Jangan pernah gengsi mengatakan betapa besar cintamu untuk seseorang yang juga mencintaimu..
Namaku
 Vania, usiaku saat ini 30 tahun. Lima tahun yang lalu, aku menikah 
dengan pemuda berusia dua tahun lebih tua dariku, namanya Edwin. 
Pernikahanku dan Edwin adalah pernikahan yang dilakukan atas dasar 
perjodohan orang tua. Dalam adat keluargaku, penting untuk 
mempertahankan garis keturunan dari keluarga baik. Sejak kecil, orang 
tuaku sudah wanti-wanti dalam hal ini, sehingga aku sudah mempersiapkan 
diri untuk sebuah perjodohan.
Seperti gadis-gadis pada umumnya, 
beberapa pemuda suka padaku dan berniat menjadikan aku pacar mereka. 
Statusku yang harus menuruti permintaan orang tua terpaksa membuatku 
menolak halus ajakan mereka. Walaupun dalam hati terdalam, aku ingin 
seperti teman-temanku, merasakan manisnya cinta dan mengenal watak pria 
selama pacaran. Sayangnya, aku sudah dipersiapkan untuk seorang pria 
yang bahkan tidak aku ketahui bagaimana sifatnya. Doaku hanya satu, 
semoga dia adalah pria yang baik.
Menikah Demi Membahagiakan Orang Tua
Tidak
 selamanya perjodohan yang dilakukan orang tua mengantar anak gadisnya 
pada pria tua atau pria tidak berbudi baik. Orang tuaku memilih seorang 
pria bernama Edwin. Aku berkenalan dengannya saat berusia 24 tahun, saat
 itu aku bekerja sebagai staff akuntansi di sebuah bank ternama. Edwin 
adalah pria baik, kalem dan penyabar. Karena sejak awal aku tahu bahwa 
kelak dia akan menjadi suamiku, aku tidak bisa menolak pinangannya. 
Setahun kemudian, kami menikah. Pernikahan yang aku lakukan atas dasar 
menyenangkan hati orang tua, tanpa debar cinta seperti cerita 
teman-temanku saat mereka menikah.
Edwin tetap menjadi pria yang 
baik setelah kami menikah. Jujur, aku tidak merasakan jantung berdebar 
atau hal-hal seperti yang sering diceritakan teman-temanku saat jatuh 
cinta. Semua ini karena cinta yang terpaksa. Entah mengapa aku memandang
 suamiku sendiri sebelah mata, karena dia tidak bisa membuatku merasakan
 efek jatuh cinta. Walaupun begitu, aku berusaha jadi istri yang baik 
sambil bekerja. Aku tidak mau sekedar jadi ibu rumah tangga, dan dia 
mengizinkan aku bekerja, meskipun gajinya lebih dari cukup untuk biaya 
hidup kami.
Gengsiku Mengatakan Cinta
Suamiku, aku 
baru tahu jika dia adalah pria yang romantis setelah menikah. Dia selalu
 mencium keningku saat mengantarku ke kantor, tidak lupa dia mengucapkan
 "I love you". Aku tidak pernah membalas kata-kata itu, yang kulakukan 
hanya formalitas saja, mencium tangannya seperti yang selalu diajarkan 
ibuku. Seringkali mas Edwin memasak makanan kesukaanku, diam-diam 
menyelipkan camilan kesukaanku di tas kerja lengkap dengan notes jangan 
lupa makan siang dan istirahat yang cukup. Lambat laun, aku mulai bisa 
menerima perlakuan sayang dari suamiku. Jujur, hal itu membuatku 
bahagia.
"Dek Vania, kamu cinta tidak dengan mas?" begitu tanya suamiku dengan suara lembut jika kami sedang nonton tv berdua.
"Kelihatannya?" ujarku dengan nada suara datar.
Jika sudah begitu, suamiku hanya tersenyum lalu mencium keningku.
Sampai
 akhirnya aku melahirkan seorang putri menjelang dua tahun usia 
pernikahan kami, aku tidak pernah mengungkapkan cintaku padanya. Bagiku,
 apa yang sudah aku lakukan adalah bukti aku mencintai dan taat pada 
suamiku. Bagiku, mengatakan cinta bukan hal yang penting, yang penting 
adalah perbuatanku sehari-hari.
Penyesalanku Yang Terdalam
Tapi
 gengsiku untuk mengatakan cinta pada suami meninggalkan penyesalan 
mendalam. Sebuah kecelakaan mengambil nyawa suamiku. Aku sangat terpukul
 atas peristiwa itu, apalagi putri kami masih berusia dua tahun. 
Berhari-hari aku menangis akibat peristiwa itu. Dukungan dari keluarga 
dan sahabat-sahabatku menguatkanku, putri kecilku juga membuatku 
berusaha tegar menghadapi hal ini.
Hari demi hari berganti. Aku 
merasakan kekosongan di dalam rumah kami. Tanpa kehadiran mas Edwin, ada
 lubang kosong yang menganga dalam hatiku. Tidak ada lagi pelukan 
selamat pagi, tidak ada ciuman kening sebelum aku berangkat kerja, dan 
tidak ada lagi ucapan "I love you" yang selaku aku abaikan setiap saat. 
Baru kusadari betapa aku kehilangan mas Edwin. Baru kusadari banyak 
cinta yang dia berikan padaku dan belum aku balas dengan penuh. Dan baru
 kusadari.. aku telah jatuh cinta teramat dalam padanya. Entah sejak 
kapan, tetapi rasa cinta itu tumbuh diam-diam tanpa debaran di awal.
Aku
 menyesal, sangat menyesal karena tidak pernah mengungkapkan rasa 
cintaku padanya. Yang bisa kulakukan sekarang adalah menitipkan cinta 
dan rasa rinduku melalui doa-doa kepada Tuhan. Semoga mas Edwin tahu, 
dan semoga dia mendapat tempat terbaik di sisi-Nya.
***
Jika
 Anda mencintai seseorang, katakan betapa besar cinta Anda padanya. 
Biarkan saja seandainya dia menganggap Anda gombal atau hanya 
manis-manis di bibir. Karena sesungguhnya, di dalam hati yang terdalam, 
setiap orang akan berbahagia saat tahu dia dicintai.
Lonceng bukanlah loceng sebelum dibunyikan
Cinta bukanlah cinta sebelum diungkapkan
Katakanlah.. sebelum semuanya terlambat dan timbul penyesalan.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah mengunjungi blog Rizki Mega Saputra. Semoga bisa menambah wawasan Anda..